Bunda: “Ya Allah, gak salah. Biayanya kok cuma segitu.”
Kepala Sekolah: “Iya, Bunda. Uang pangkalnya dapat subsidi. Spesial buat santri yang benar-benar serius.”
Bunda: Nyari sekolah ke pelosok kecamatan, bahkan sekabupaten, saya belum nemu yang semurah seperti di PMD.”
Kepala Sekolah: “Iya, Bunda. Ini terbatas lho. Hanya untuk 25 santri saja.”
Bunda: “Saya mau, Bu.”
Sepenggal fragmen yang terjadi di sekolah saya. Pesantren Masyarakat Digital. Ya, sesungguhnya memang saya belum pernah menjumpai biaya semurah itu dengan fasilitas wah.
Coba saja, siswa atau santri di pesantren mendapat dua stel seragam ditambah atasan dan rompi dengan bahan kualitas A. Buku paket setahun. Alat belajar seperti pensil dan krayon setahun. Kelas belajar dengan ruang kerja. Perpustakaan dengan buku penunjang pelajaran. Kebun dari sebidang tanah yang digunakan sebagai kegiatan belajar. Taman pendidikan dengan memberi kesempatan santri bermain dan berani presentasi terbuka di amphitheater. Kegiatan memanah, taekwondo, dan berenang, insyaallah berkuda juga. Didampingi dua guru kelas, ustaz dan bunda guru, plus guru tahfiz yang mengantarkan anak hafal 15 juz selama enam tahun.
Banyak orang geleng-geleng kepala. Hampir gratis. Saya pikir memang jika dibiarkan free tidak mendidik. Masih ada tanggung jawab orang tua. Berharap mengikuti kelas parenting yang diadakan dua bulan sekali.
Benar sekali bahwa Pesantren Masyarakat Digital hanya menerima 25 santri tiap tahunnya. Saya berharap memberi seleksi ketat terutama terhadap yang sangat berminat, Tentu didukung oleh orang tua yang paham bahwa pendidikan sangat berharga.
Utamanya mendidik habit dari adab yang dibiasakan pesantren. Arafah yang menjadi core value mengutamakan pada budaya luhur ‘arif, ramah, aktif, fokus, amanah, dan humanis bisa terpatri di dalam diri guru, santri, juga orang tua.
Pembelajarannya dibuat sederhana. Menggunakan proyek dari tema yang sudah ditentukan (Kurikulum 2013). Konsentrasi pada portofolio yang mengedepankan student centre.
Ya, belajar yang membuat senang belajar tidak banyak diciptakan lembaga pendidikan saat ini. Pesantren Masyarakat Digital memfasilitasinya. Pesantren yang tidak mukim, masih ada kedekatan hubungan dengan orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga. Pesantren mengajaknya sama-sama memahami anak dan menumbuhkan semangat belajar yang tidak bisa dikatakan biasa.
Kang Yudha
Semoga PMD bisa menjadi salah 1 pilihan orang tua yg mengharapkan anaknya untyk bisa memahami penting nya Belajar dg berbasis kurikulum kehidupan, menyiapkan ananda siap mengahadapi dan menjalani kehidupannya dimasa datang….